BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1. LOKASI DAN
AKSES KE PANTAI
KUTE
Pantai Kuta berada di daerah Lombok
Tengah bagian selatan, tepatnya di Desa Kute Kecamatan
Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Tempat ini dapat ditempuh sekitar 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi atau umum dari Bandara Internasional Lombok (BIL) dengan
rute BIL-Pujut-Kute atau sekitar 90 menit dari Kota Mataram
dengan rute Mataram-Labuapi-Gerung-BIL-Pujut-Kute.
Akomodasi menuju pantai kute
sangatlah terbatas, hanya ada beberapa transportasi umum yang bisa digunakan
seperti carry atau ojek yang
digunakan masyarakat setempat. Yang paling mudah adalah dengan memakai taxi yang sudah banyak ditemukan dimanapun
maupun dihubungi melalui telepon. Masyarakat Lombok sendiri biasanya menggunakan
kendaraan pribadi untuk menuju tempat ini jika ingin berlibur. Wisatawan juga
bisa menyewa kendaraan motor, mobil, ataupun bus yang banyak tersedia di daerah
Mataram.
3.2. POTENSI PANTAI
KUTE
Pantai
Kuta merupakan sebuah deretan pantai-pantai yang mempunyai nama-nama tersendiri
dan berada di dekat desa Kute, oleh karena itu deretan pantai-pantai ini
disatukan dengan nama pantai Kute.
Obyek
yang memiliki keindahan yang luar biasa, dari pantai yang berpasir putih halus sampai
seperti merica terdapat disini. Pemandangan yang elok, dihiasi birunya air laut
dengan granadi hijau dikarenakan habitat bawah lautnya yang masih sangat
terjaga kelestariannya.
Ombak
di pantai ini relatif kecil dan tenang sehingga cocok bagi para penyelam untuk
melihat keindahan bawah laut yang indah dimana bukit-bukit kecil yang
mengelilingi daerah sekitar pantai sehingga terlihat seperti sebuah teluk kecil
membuat tempat ini lebih indah dan cocok menyandang julukan surga yang
tersembunyi.
Ada begitu banyak keindahan yang
bisa ditemukan disini, selain itu wilayahnya terbilang cukup jauh dari
keramaian kota dan masih sangat alami. Terdapat beberapa fasilitas penginapan
yang ada disini meskipun tidak sebanyak yang ada di daerah Senggigi namun cukup
untuk memanjakan wisatawan yang ingin berlibur.
Terdapat juga bagian pantai dengan
ombak yang lebih besar dan cocok untuk penikmat olahraga surfing, sehingga menambah julukan tempat ini sebagai surganya bagi
pecinta surfing baik itu para surfer lokak maupun non lokal.
Selain
keindahan obyek ini, terdapat Cerita Rakyat Lombok Tengah Pada
zaman dahulu yaitu kisah Putri Mandalika. Dahulu kala terdapat sebuah kerajaan
yang bernama Tonjang Beru. Negeri Tonjang Beru ini diperintah oleh raja yang
terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya raja itu
bernama Raja Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting.
Baginda
mempunyai seorang putri, namanya Putri Mandalika. Ketika sang putri menginjak
usia dewasa, amat elok parasnya. Ia sangat anggun dan cantik jelita. Disamping
anggun dan cantik ia terkenal ramah dan sopan. Tutur bahasanya lembut. Itulah
yang membuat sang putri menjadi kebanggaan para rakyatnya.
Semua rakyat
sangat bangga mempunyai raja yang arif dan bijaksana yang ingin membantu
rakyatnya yang kesusahan. Berkat segala bantuan dari raja rakyat negeri Tonjang
Beru menjadi hidup makmur, aman dan sentosa. Kecantikan dan keanggunan Putri
Mandalika sangat tersohor dari ujung timur sampai ujung barat pulau Lombok.
Kecantikan dan keanggunan sang putri terdengar oleh para pangeran-pangeran yang
membagi habis bumi Sasak (Lombok). Masing-masing dari kerajaan Johor, Lipur,
Pane, Kuripan, Daha, dan kerajaan Beru. Para pangerannya pada jatuh cinta.
Mereka
saling mengadu peruntungan, siapa bisa mempersunting Putri Mandalika. Apa daya
dengan sepenuh perasaan halusnya, Putri Mandalika menampik. Para pangeran jadi
gigit jari. Dua pangeran amat murka menerima kenyataan itu. Mereka adalah
Pangeran Datu Teruna dan Pangeran Maliawang.
Masing-masing
dari kerajaan Johor dan kerajaan Lipur. Datu Teruna mengutus Arya Bawal dan
Arya Tebuik untuk melamar, dengan ancaman hancurnya kerajaan Tonjang Beru bila
lamaran itu ditolaknya. Pangeran Maliawang mengirim Arya Bumbang dan Arya Tuna
dengan hajat dan ancaman yang serupa.
Putri
Mandalika tidak bergeming. Serta merta Datu Teruna melepaskan senggeger (pellet)
Utusaning Allah, sedang Maliawang meniup Senggeger Jaring Sutra. Keampuhan
kedua senggeger ini tak kepalang tanggung dimata Putri Mandalika, wajah kedua
pangeran itu muncul berbarengan. Tak bisa makan, tak bisa tidur, sang putri
akhirnya kurus kering. Seisi negeri Tonjang Beru disaput duka. Selain rasa
cintanya mesti bicara, ia juga merasa memikul tanggung jawab yang tidak kecil.
Akan timbul bencana manakala sang putri menjatuhkan pilihannya pada salah
seorang pangeran.
Dalam
semadi, sang putri mendapat wangsit agar mengundang semua pangeran dalam
pertemuan pada tanggal 20 bulan 10 (bulan Sasak) menjelang pagi-pagi buta
sebelum adzan subuh berkumandang. Mereka harus disertai oleh seluruh rakyat
masing-masing. Semua para undangan diminta datang dan berkumpul di pantai Kuta.
Tanpa
diduga-duga enam orang para pangeran datang, dan rakyat banyak yang datang,
ribuan jumlahnya. Pantai yang didatangi ini bagaikan dikerumuni semut. Betul
seperti janjinya. Sang putri muncul sebelum adzan berkumandang. Persis ketika
langit memerah di ufuk timur, sang putri yang cantik dan anggun ini hadir
dengan diusung menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Prajurit kerajaan
berjalan di kiri, di kanan, dan di belakang sang putri. Sungguh pengawalan yang
ketat. Semua undangan yang menunggu berhari-hari hanya bisa melongo kecantikan
dan keanggunan sang putri. Sang putri datang dengan gaun yang sangat indah.
Bahannya dari kain sutera yang sangat halus.
Tidak lama
kemudian, sang putri melangkah, lalu berhenti di onggokan batu, membelakangi
laut lepas. Disitu Putri Mandalika berdiri kemudian ia menoleh kepada seluruh
undangannya. Sang putri berbicara singkat, mengumumkan keputusannya dengan suara
lantang dengan berseru : “Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan
rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa
diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran. Karena
ini takdir yang menghendaki agar aku menjadi Nyale yang dapat kalian nikmati
bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya Nyale di permukaan laut.”
Bersamaan
dan berakhirnya kata-kata tersebut para pangeran pada bingung rakyat pun ikut
bingung dan bertanya-tanya memikirkan kata-kata itu. Tanpa diduga-duga sang
putri mencampakkan sesuatu di atas batu dan menceburkan diri ke dalam laut yang
langsung ditelan gelombang disertai dengan angin kencang, kilat dan petir yang
menggelegar.
Tidak ada
tanda-tanda sang putri ada di tempat itu. Pada saat mereka pada kebingungan
munculah binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak yang kini disebut sebagai
Nyale. Binatang itu berbentuk cacing laut. Dugaan mereka binatang itulah
jelmaan dari sang putri. Lalu beramai-ramai mereka berlomba mengambil binatang
itu sebanyak-banyaknya untuk dinikmati sebagai rasa cinta kasih dan pula
sebagai santapan atau keperluan lainnya.
Dan masyarakat Lombok percaya bahwa putri menjelma menjadi cacing laut yang bias dimakan sebagai bentuk cinta terhadap masyarakatnya. Dan akhirnya setiap tahunnya terdapat diadakan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Lombok di tempat ini yakni “Ritual Bau Nyale”.
Itulah kisah
Bau Nyale. Penangkapan Nyale menjadi tradisi turun-temurun di pulau Lombok. Pada
saat acara Bau Nyale yang dilangsungkan pada masa sekarang ini, mereka sejak
sore hari mereka yang akan menangkap Nyale berkumpul di pantai mengisi acara
dengan peresean, membuat kemah dan mengisi acara malam dengan berbagai kesenian
tradisional seperti Betandak (berbalas pantun), Bejambik (pemberian cendera
mata kepada kekasih), serta Belancaran (pesiar dengan perahu). Dan tak
ketinggalan pula, digelar drama kolosal Putri Mandalika di pantai Seger, 3 km
ke arah timur dari pantai Kute.
Tradisi
menangkap Nyale (bahasa sasak Bau Nyale) dipercaya timbul akibat pengaruh
keadaan alam dan pola kehidupan masyarakat tani yang mempunyai kepercayaan yang
mendasar akan kebesaran Tuhan, menciptakan alam dengan segala isinya termasuk
binatang sejenis Anelida yang disebut Nyale. Kemunculannya di pantai Lombok
Selatan yang ditandai dengan keajaiban alam sebagai rahmat Tuhan atas makhluk
ini.
Beberapa
waktu sebelum Nyale keluar hujan turun deras dimalam hari diselingi kilat dan
petir yang menggelegar disertai dengan tiupan angin yang sangat kencang.
Diperkirakan pada hari keempat setelah purnama, malam menjelang Nyale hendak
keluar, hujan menjadi reda, berganti dengan hujan rintik-rintik, suasana
menjadi demikian tenang, pada dini hari Nyale mulai menampakkan diri bergulung-gulung
bersama ombak yang gemuruh memecah pantai, dan secepat itu pula Nyale
berangsur-angsur lenyap dari permukaan laut bersamaan dengan fajar menyingsing
di ufuk timur.
Dalam
kegiatan ini terlihat yang paling menonjol adalah fungsi solidaritas dan kebersamaan
dalam kelompok masyarakat yang dapat terus dipertahankan karena ikut mendukung
kelangsungan budaya tradisional.
3.3 OBYEK WISATA DI SEKITAR PANTAI KUTA
Ada banyak obyek wisata yang terdapat di sekitar wilayah pantai Kuta dan memiliki potensi sebagai tempat wisata unggulan seperti desa Banyumulek yang
merupakan desa penghasil gerabah dan dapat ditempuh sekitar 15 menit dari kota Mataram menuju ke arah selatan.
Kemudian desa Sukerare penghasil songket asli Lombok yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dari kota Mataram. Desa Sade Rambitan merupakan desa tradisional yang
masih bertahan sampai saat ini yang dapat ditempuh sekitar 15 menit dari BIL. Pantai Tanjung
‘an, yang hanya berjarak sekitar 10 menit, pantai Batu Payung sekitar 15 menit, dan pantai Gerupuk sekitar 25 menit di sebelah timur pantai Kuta. Sementara di sebelah barat terdapat pantai Mawun,
Mawi, yang berjarak 25 menit atau pantai Selong Belanak sekitar
30 menitdari pantai Kuta.
promo paket backpacker (anda adalah keluarga dan orang pertama yang akan
saya jamu dengan istimewa tidak sekedar 7 hari jika masih sanggup
bertualang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar