Rabu, 10 September 2014

Langit Dua Wajah




Rintik-rintik kini hujamkan tanah tandus
dibawah hujan diantara derai ilalang
Berjalan, menyusuri ladang-ladang langit dua wajah
terpampang tak mengerti, sang mentari tak bersembunyi
Berarak-arak semakin menepi di ujung tanjung
merah membakar seakan menghabiskan cakrawala jingga
Diam-diam dua pelangi senja mengintai dibalik wajah merona
Berlari-lari tak peduli,
hanya tak bergeming sejenak, kemudian pergi


Dan teruntuk hujan, langit dua wajah
ku titip rindu pada mentari dan dua pelangi senja
yang berlari-lari menahan sendu dibalik bukit berduri
Hanya saja embun sore tak pernah jatuh
tertahan jemari mengharap akan kembali
lalu terganti menjadi darah dibalik cakrawala

dan kepada daun kering yang tak pernah mengeluh
Lapuk dibawah tetesan air pohon tandus
Terlupa ditinggal mati tak menyalahkan kemarau
dan padamu hati yang tak menentu
ku goreskan tinta pada langit dua wajah
agar kau tak pernah mengeluh melihat gurat cakrawala
Tenggelam dihadapan dua pelangi
sehingga kau akan tau langit itu selalu indah untuk dilihat

Sayup-sayup nyanyian ombak menderu dibawah jurang
Lantas, dengan tak mengerti kau buat riuh tak peduli
sampai akhirnya sang mentari dan pelangi sirna tanpa makna
yang tersisa hanyalah kosong dibawah langit hitam
Setidaknya beritahaukan kepada rembulan
ketika semuanya lapuk tak berbekas
Agar kau tak pernah bertanya lagi kenapa ada langit dua wajah
Sebelum hitam menghujam tak menyisakan 1 bintang
Saat itu rintin-rintik tak akan pernah bisa kembali
meskipun kau pernah berkata ‘aku suka hujan’
tapi tangis tak akan bisa menggantikan semua air yang terjatuh
Ataupun menggantikan 1 bintang

Wahai hati direlung kebingungan
Kupastikan tempat terindah saat aku berlayar dilautan
disana aku selalu melihat bintang yang tak pernah redup
bahkan sang hujan rindu untuk bersedih
yang ku tau jika tak tertahan
Itu karena ada aku dan kamu yang menari dibawahnya

Anggap saja hari ini dunia senantiasa tersenyum
karena satu kisah masih mengguratkan pena
membuat sang mentari tak pernah bersedih
Apa kau tak malu padanya,
sementara satu hati masing tak menemukan sinarnya
mari memulai dari satu kesempatan untuk tetap bersyukur
Jika malam masih tetap hitam,
akan ku temukan bintang-bintang dan rembulan
Namun sebelum aku melihatnya,
biarkanku untuk menikmati hitamnya sejenak saja
Agar aku tau cara untuk selalu tersenyum melihat cinta dibawahnya

Terimakasi untuk satu kesempatan telah mengenalmu,
melewati hari-hari yang tersenyum bersama kita,
berjalan dibawah langit saat mentari, bintang, dan rembulan itu menemani,
menikmati cinta yang tak biasa.
Ataupun berterimakasi kepada angin yang membawa kita
pada laut dan jalan-jalan yang membuat kita terhenti
pada satu kisah, satu cerita tentang aku, kamu,
suka, cinta, kasih sayang,
canda, tawa, tangis, sedih, dan banyak perasaan yang tak bisa tersampaikan oleh jari
meskipun terus menari sampai terlelah.

Masih ingatkah pada langit biru
Serta awan yang tercipta bak lukisan yang baru saja tercipta oleh angin
Atau pada kota hijau yang masih kita syukuri dari sebuah bukit
Terdiam sejenak merasakan hembusan angin bernyanyi menemani kita berdua
Lalu berteriak
Membiarkan suara-suara kita beradu
Kemudian hilang diantara bukit-bukit
Dan ingatkah pada derai ilalang yang mencoba memisahkan tangan kita
Ketika berjalan diantara pohon-pohon yang menjulang
Saat itu kamu berjanji untuk kembali lagi di masa berbeda
Membuat kita terdiam seribu bahasa
Lalu saling menatap dan kemudian tersenyum mengatakan
“aku menyayangimu” meskipun tak sanggup tersampai angin
Lantas dengan sejuta keterpaksaan, tangan kita sudah tidak saling menggenggam

Dan ketika riuh tawa kita beradu
Kulihat senyum itu tak pernah pudar
Suara kita melayang diantara ketinggian dan lembah
Sebelum menghilang, telah ku teguhkan hati berjanji pada langit semu
Aku akan menjaga setiap senyum yang tercipta itu
Namun ilalang terlalu iri, menari bersama angin ditengah jalan tak bertuan
Memisahkan dua hati dan genggaman tangan kita saat di dekatnya
Sampai disini, aku tau tanganmu sakit dan terluka
Lantas kau pergi sendiri meninggalkan ilalang yang menyayat
Sudah lama semenjak itu aku tak pernah melihatmu kembali lagi
Menyisakan bayang-bayang punggung kecil yang tengah berlari

Aku tau langit selalu biru ketika kau tunjukkan senyum padanya
Tapi hati ini masih sepi menerka lorong panjang tak berujung
Setidaknya ijinkan gumpalan awan-awan mengisi birunya
agar terlihat lebih indah dari biasanya
atau paling tidak tersenyum juga pada hati ini agar tak pernah pergi meninggalkan tempatnya
dan dengarkan aku sekali saja nyanyian hati
maka aku tak kan mengeluh lagi, meskipun bulan tak akan cepat kembali
aku akan mencari dan mencoba tak peduli, entah itu langit selalu hitam
cukup sekali saja dari senyum yang kau ciptakan berkali-kali
karena aku masih berharap sampai saat ini
dan jika kau tanyakan tentang esok hari
aku hanya perlu mengatakan “aku telah berjanji sampai saat ini juga”

Teruntuk Anggita Novanda Risky


Tidak ada komentar:

Posting Komentar