Rintik-rintik
kini hujamkan tanah tandus
dibawah
hujan diantara derai ilalang
Berjalan,
menyusuri ladang-ladang langit dua wajah
terpampang
tak mengerti, sang mentari tak bersembunyi
Berarak-arak
semakin menepi di ujung tanjung
merah membakar
seakan menghabiskan cakrawala jingga
Diam-diam
dua pelangi senja mengintai dibalik wajah merona
Berlari-lari
tak peduli,
hanya
tak bergeming sejenak, kemudian pergi
Dan
teruntuk hujan, langit dua wajah
ku titip
rindu pada mentari dan dua pelangi senja
yang berlari-lari
menahan sendu dibalik bukit berduri
Hanya
saja embun sore tak pernah jatuh
tertahan
jemari mengharap akan kembali
lalu
terganti menjadi darah dibalik cakrawala
dan
kepada daun kering yang tak pernah mengeluh
Lapuk
dibawah tetesan air pohon tandus
Terlupa
ditinggal mati tak menyalahkan kemarau
dan
padamu hati yang tak menentu
ku
goreskan tinta pada langit dua wajah
agar kau
tak pernah mengeluh melihat gurat cakrawala
Tenggelam
dihadapan dua pelangi
sehingga
kau akan tau langit itu selalu indah untuk dilihat
Sayup-sayup
nyanyian ombak menderu dibawah jurang
Lantas,
dengan tak mengerti kau buat riuh tak peduli
sampai
akhirnya sang mentari dan pelangi sirna tanpa makna
yang
tersisa hanyalah kosong dibawah langit hitam
Setidaknya
beritahaukan kepada rembulan
ketika
semuanya lapuk tak berbekas
Agar kau
tak pernah bertanya lagi kenapa ada langit dua wajah
Sebelum
hitam menghujam tak menyisakan 1 bintang
Saat itu
rintin-rintik tak akan pernah bisa kembali
meskipun
kau pernah berkata ‘aku suka hujan’
tapi
tangis tak akan bisa menggantikan semua air yang terjatuh
Ataupun
menggantikan 1 bintang
Wahai
hati direlung kebingungan
Kupastikan
tempat terindah saat aku berlayar dilautan
disana
aku selalu melihat bintang yang tak pernah redup
bahkan
sang hujan rindu untuk bersedih
yang ku
tau jika tak tertahan
Itu
karena ada aku dan kamu yang menari dibawahnya
Anggap
saja hari ini dunia senantiasa tersenyum
karena
satu kisah masih mengguratkan pena
membuat
sang mentari tak pernah bersedih
Apa kau
tak malu padanya,
sementara
satu hati masing tak menemukan sinarnya
mari
memulai dari satu kesempatan untuk tetap bersyukur
Jika
malam masih tetap hitam,
akan ku
temukan bintang-bintang dan rembulan
Namun
sebelum aku melihatnya,
biarkanku
untuk menikmati hitamnya sejenak saja
Agar aku
tau cara untuk selalu tersenyum melihat cinta dibawahnya
Terimakasi
untuk satu kesempatan telah mengenalmu,
melewati
hari-hari yang tersenyum bersama kita,
berjalan
dibawah langit saat mentari, bintang, dan rembulan itu menemani,
menikmati
cinta yang tak biasa.
Ataupun
berterimakasi kepada angin yang membawa kita
pada
laut dan jalan-jalan yang membuat kita terhenti
pada
satu kisah, satu cerita tentang aku, kamu,
suka,
cinta, kasih sayang,
canda,
tawa, tangis, sedih, dan banyak perasaan yang tak bisa tersampaikan oleh jari
meskipun
terus menari sampai terlelah.
Masih
ingatkah pada langit biru
Serta
awan yang tercipta bak lukisan yang baru saja tercipta oleh angin
Atau
pada kota hijau yang masih kita syukuri dari sebuah bukit
Terdiam
sejenak merasakan hembusan angin bernyanyi menemani kita berdua
Lalu
berteriak
Membiarkan
suara-suara kita beradu
Kemudian
hilang diantara bukit-bukit
Dan
ingatkah pada derai ilalang yang mencoba memisahkan tangan kita
Ketika
berjalan diantara pohon-pohon yang menjulang
Saat itu
kamu berjanji untuk kembali lagi di masa berbeda
Membuat
kita terdiam seribu bahasa
Lalu
saling menatap dan kemudian tersenyum mengatakan
“aku
menyayangimu” meskipun tak sanggup tersampai angin
Lantas
dengan sejuta keterpaksaan, tangan kita sudah tidak saling menggenggam
Dan
ketika riuh tawa kita beradu
Kulihat
senyum itu tak pernah pudar
Suara
kita melayang diantara ketinggian dan lembah
Sebelum
menghilang, telah ku teguhkan hati berjanji pada langit semu
Aku akan
menjaga setiap senyum yang tercipta itu
Namun
ilalang terlalu iri, menari bersama angin ditengah jalan tak bertuan
Memisahkan
dua hati dan genggaman tangan kita saat di dekatnya
Sampai
disini, aku tau tanganmu sakit dan terluka
Lantas
kau pergi sendiri meninggalkan ilalang yang menyayat
Sudah
lama semenjak itu aku tak pernah melihatmu kembali lagi
Menyisakan
bayang-bayang punggung kecil yang tengah berlari
Aku tau
langit selalu biru ketika kau tunjukkan senyum padanya
Tapi
hati ini masih sepi menerka lorong panjang tak berujung
Setidaknya
ijinkan gumpalan awan-awan mengisi birunya
agar
terlihat lebih indah dari biasanya
atau
paling tidak tersenyum juga pada hati ini agar tak pernah pergi meninggalkan
tempatnya
dan
dengarkan aku sekali saja nyanyian hati
maka aku
tak kan mengeluh lagi, meskipun bulan tak akan cepat kembali
aku akan
mencari dan mencoba tak peduli, entah itu langit selalu hitam
cukup
sekali saja dari senyum yang kau ciptakan berkali-kali
karena
aku masih berharap sampai saat ini
dan jika
kau tanyakan tentang esok hari
aku
hanya perlu mengatakan “aku telah berjanji sampai saat ini juga”
Teruntuk
Anggita Novanda Risky