LMA
(LATIHAN MENEJEMEN ANGGOTA)
Hari
pertama
***
Ini
dia pengalaman keduaku mengikuti kegiatan di organisasi KSR PMI UNIT UNRAM, yaitu LMA (Latihan Menejemen Anggota).
Gak kebayang sebelumnya oleh para peserta kalau acaranya akan semenantang ini, terutama
olehku dengan kelompokku. Ceritanya berawal dari pagi itu, hari Sabtu tepat
pada pukul 08.00 aku sudah disuruh kumpul oleh panitia di gedung PKM.
Bermodalkan pakaian yang aku bawa seadanya dengan modal hanya 2000 rupiah sisa uangku
kemarin kuliah yang gak terpakai.
Pada
waktu itu ada 14 kelompok yang mengikuti kegiatan ini, masing-masing diberikan
nama berdasarkan nama binatang. Dan nama kelompokku adalah capung, yak inilah
kelompok terakhir yang terbentuk oleh panitia yang beranggotakan sisa-sisa. Aku,
mbak Yati, mbak Erma, Udin, dan Amir adalah anggota kelompok ini yang diketuai
oleh aku sendiri. “Yak kelompok terakhir silahkan maju untuk menyanyikan
yel-yelnya” kata salah satu panitia yang menyuruh semua kelompok untuk
mempragakan yel-yel ciptaan mereka secara bergiliran. “capung siap terbang,
meskipung agak lelet tapi kami akan kalahkan kalian semua” dengan suara malu-malu
dan sedikit peragaan layaknya anak kecil yang ingin terbang menggunakan
tangannya, kami menyanyi memperagakannya. seperti itulah yel-yel yang telah
tercipta pada pagi itu oleh mbak Yati.
Tantangan
pertama telah dibuka, kata-kata yang ada disana terlihat ada yang salah. Sontak
saja, kami butuh penghayatan yang sangat lama untuk bisa memecahkan perkata
yang ditulis disana seperti tulisan yang dibalik-balik. Akhirnya kami berlari
menuju ke perpustakaan untuk mencari sebuah bola-bola yang di dalamnya tertulis
petunjuk selanjutnya. “Itu dia” Udin dengan sigapnya langsung melempar tas dan
jaketnya untuk memanjat sebuah pohon yang berada dipekarangan prodi mipa.
Perintah
selanjutnya, kami disuruh untuk memohon seperti orang-orang jaman kerajaan
dahulu kepada salah satu pendiri KSR. Seperti seorang prajurit yang siap
menerima perintah dari seorang raja, begitulah kami menyembah dan memohon
menengadahkan tangan. Lucu rasanya karna itu kali pertama aku melakukannya,
namun perasaan itu langsung hilang ketika melihat petunjuk selanjutnya. Sebuah
gambar masjid yang berada di pinggir jalan. Carilah
mesjid ini yang berada di dekat pasar yang banyak menjual nanas, kurang
lebih seperti itulah klu dari petunjuknya. Ketika melihatnya, sontak pikirku
agak tak percaya. “ini kan masjid yang ada di Masbagik Lombok Timur, masak kita
mau kesana sekarang?” dengan herannya aku bertanya kepada sesama teman kelompok.
“iya dah kita harus kesini” jawab salah satu teman.
Berjalan
menuju utara dari secret kami berhenti di perempatan IAIN. “eh kita minta
tolong teman-temanku aja yang ada di kampus D3 ini aja untuk mengantar kita ke
terminal” sarankku pada waktu itu yang langsung diterima. Jam sudah menunjukkan
pukul 09.30 aku sudah mendapatkan 4 teman yang akan mengantar kami bertiga
dengan salah satu teman membawa 2 dari kami. Rute perjalanan menuju rumahku
untuk mencari tumpangan disana. Sempat terjadi insiden terpisahnya kami dari
salah satu pengantar karena sebelumnya rute telah dirubah. Namun sesampainya
dirumahku ternyata mereka telah menuggu di sebuah perempatan kampungku.
Untunglah Udin masih mengingat rute rumahku yang aku ceritakan waktu pulang
dari DIKSAR.
“ternyata
gak ada kendaraan yang menuju ke Lotim, kata para buruh yang ada kalo mau
kesana sebaiknya kita pake engkel biar murah” . kataku membuka percakapan. Akhirnya
kami diantar menuju Suweta.
Sesampainya
disana, dari tempat ini pertualangan kami mulai sedikit berbeda,berjalan kearah
timur sebuah engkel mendekati kami dan kernetnya mengajak kami untuk naik
kemanapun tujuan kami. Dengan bujuk rayu yang sangat menggiurkan seperti seles
makanan yang menjajakan makanan yang sangat enak kepada para penikmat makanan, kernet
itu menawarkan jasanya agar kami berlima naik. “25 ribu” aku menawar karena
sangat menggiurkan dan diterima. Namun anggota kelompokku bilang untuk jalan
aja terus jangan pake ongkos dan kita cari gratisan biar irit. Akhirnya aku
membatalkan tawaranku, namun sontak dengan kerasnya sang kernet berubah sikap
menjadi sangat buas seperti seekor harimau yang menangkap mangsanya ia menarik
lenganku. Ia terlihat mengepalkan tangannya seperti akan melayangkan pukulan
kearahku. “kamu ini sudah menawar tadi sama saya dan sekarang gak jadi. Kamu
mempermainkan saya ya!” dengan nada tinggi dan muka merah padam sang kernet
membentak dan menarik lenganku yang mulanya akan kabur dari tempat itu. “maaf
pak, tapi temen saya gak jadi” aku balas dan ia tidak bisa menerimanya.
Untunglah waktu itu aku dibantu menjelaskannya oleh mbak Yati, aku sangat takut
karna sudah tidak bisa menahan amarah kernet tersebut. “uang yang 25 ribu ini
untuk balik lagi ke Mataram pak” kata mbak Yati menjelaskan dan akhirnya mau melepaskan
tanganku.
Akhirnya
kami menumpang di salah satu ambulan yang akan menuju ke Narmada. Ketika
ambulan tersebut masuk pertamina untuk mengisi bensin, kami memutuskan untuk
turun dan tepat sekali sebuah truk yang kami setop langsung mengiijinkan kami
naik sampai tujuan Narmada.
Saat
menuruni truk diperempatan kami bertemu dengan kelompoknya Furkon, yah mulanya
aku menyarankan untuk sama-sama tapi mereka gak mau. Kelompok kami berjalan
melewati perempatan, sedikit menengok kebelakang “yah, Furkon udah dapet
tumpangan sebuah fuso gede tuh” Amir mengeluh. Namun rejeki gak kemana, fuso
yang tadinya untuk kelompoknya Furkon dibatalkan karena lampu hijau. Sang sopir
yang menlihat kami berjalan menghentikan kendaraan di depan kami dan mengajak
kami.
“kemana
pak?” serentak kami bertanya.
“ke
Sumbawa dek” salah satu dari dua pendamping sopir menjawab.
Pas
banget, dan gak repot-repot kami langsung naik. Perjalanan jauh menuju Masbagik
yang jauh membuatku mengantuk, aku, Amir, dan Udin yang waktu itu berada di
belakan akhirnya ketiduran. Jam menunjukkan pukul 13.35 kami turun disebuah
perempatan yang berjarak sekitar 1 kilo dari chek point.
“kok
kita turun disni, kan ini bukan chek pointnya” aku ketus pada anggota cewe yang
berada di bangku depan menemani sang sopir dan kernet.
“kamu
sih tidur” jawab mbak Erma dan mbak Yati.
Akhirnya
kami menumpangi sebuah truk yang lebih kecil. Chek point pertama diluar daerah
telah kami tempuh dan selesaikan. Setelah shalat etape dilanjutkan menuju rumah
salah satu alumni yang bernama Humaidi. Yah, tidak jauh dari masid kami telah
nememukan rumahnya dan sediktit mengobrol kami melanjutkan etape menuju ke
Makam Pahlawan Selong.
Belajar
dari pengalaman sebelumnya, kami melambaikan tangan kea rah sebuah mobil polisi
yang menuju jalur yang sama, “mau kemana dek” Tanya salah satu polisi. “ke
makam pahlawan Selong pak” serentak kami jawab. “ naik dah” jawabnya lagi.
Dengan gembira kami menaiki kap belakang mobil.
Petunjuk
selanjutnya, menulis sapta prinsip kemudian memberikan penyuluhan kepada
minimal 3 orang untuk melakukan donor, silaturrahmi kepada petugas PMI cabang
Selong. Hujan mulai turun cukup lebat, semuanya etape di daerah sana telah kami
selesaikan dan etape selanjutnya menuju pasar Keruak. Pukul 15.34 kami membeli roti
seharga 1000 untuk mengganjal perut dan berjalan cukup jauh untuk rute menuju
Keruak. Disana kami menemukan kelompok kucing sedang makan jajan di depan
sebuah toko dan tanpa tanggung-tanggung kelompok kami langsung mengambilnya.
Bermodalkan
cara yang tadi kami menyetop sebuah pik up yang membawa balok-balok kayu namun
trun ckup dekat. Kembali lagi menyetop sebuah pik yang kali ini membawa sebuah
kaca besar, dengan sigap ka’ Ojik berkata kepada sopir “pak kemana?”.
“mau
ke keruak, ada apa?” sang sopir balik bertanya
“boleh
kami numpang? Kami gak punya uang pak untuk kesana”. Balas menjawab dengan nada
meyakinkan seperti seorang yang sangat kelaparan. Akhirnya kami melanjutkan
perjalanan dengan hujan-hujanan.
Sesampainya
di Kruak kami mencari sebuah amplop yang terselip di nisan kuburan. Dan tak
begitu lama aku sudah menemukannya. Pergilah
menuju lapangan segi empat yang berada di kota Praya yang menjadi tempat
kongkow kaula muda, kurang lebih sepeti itulah klu dari petunjuknya. Berjalan cukup jauh karena tidak
mendapat tumpangan akhirnya sebuah mobil yang menjual roti mau membawa kami.
“kami hanya turun di depan, cukup dekat dari sini kok” aku bilang sama teman
sang sopir. Di dalam mobil kami ngobrol-ngobrol dan diberikan 2 bungkus nasi sebelum
turun.
Turun
disebuah perkampungan, yupz rumah keluargaku. Semua orang yang kutemui disana
hanya bertanya kapan aku sampai.
Namun aku juga membalas dengan hal yang sama dengan nada terburu-buru. Kami akan balik habis shalat dan kami sangat
lapar. Setelah selesai shalat kami disuguhkan makanan yang cukup enak di
sebuah berugak. Yah, seperti lesehan. Kami makan dengan sangat lahap dan membuat
perut kami kenyang untuk pertama kalinya hari itu.
Perjalanan
kami lanjutkan berjalan karena hari sudah sore, mobil yang menuju kearah Praya
pun sangat sedikit. Namun dari sini kami menemukan motto yang sangat berguna
dan di anjurkan untuk yang lainnya. Ucapan Alhamdulillah
inilah yang membawa kami sampai pada kota Praya. Sedikitnya ada 4 mobil
yang kami tumpangi untuk sampai. Setiap masuk turun mobil, kami hanya
mengucapkan kalimat sukur dan hanya sedikit mobil yang menolak untuk
ditumpangi.
Taman
Muhajirin, itulah nama lapangan tersebut, disana kami diberikan pengarahan
untuk menginap namun tidak boleh bersama kelompok lain dan kembali pada pukul
06.00 pagi. Yah, aku ingat di dekat sana terdapat sebuah travel yang tidak lain
pemiliknya adalah salah satu teman dari kakaku. “assalamu’alaikum” sapaku
ketika melihat pemiliknya dan langsung dijawab.
“masih
ingat?” itulah kata kedua yang aku ucapkan.
“ya
masihlah, ada apa ini?” dia bertanya balik
Aku
menjelaskan semua yang aku lakuin hari itu dan dari mana aja, ujung dari
penjelasanku itu mengacu pada aku akan menginap semalam disana. Ternyata aku
diijinkan.
Kembali
lagi bertemu dengan kelompok kucing, yang kali ini mereka kesusahan untuk
mencari tempat bermalam. Mereka singgah sementara di tempat kelompok kami
bermalam seraya memutar kepala memikirkan tempat bermalam.
***
Hari
kedua
Minggu,
17 Maret. Yah hari kedua setelah shalat subuh kami menuju lapangan. Tak banyak
yang bisa diceritakan hari ini karena kebanyakan dari kami hanya menunggu
giiran untuk melakukan PP dan melewati rintangan yang udah di sediakan. Itulah
etape yang harus kami lalui untuk dapat melanjutkan perjalanan. Dari 06.00
sampai pukul 2 siang kami hanya menuggu dengan sabar sampai hujan turun dengan
derasnya mewarnai latihan kami. Dengan cukup cekatan kami telah melewati tahap
ini dan melanjutkannya ke etape berikutnya menuju ke Kediri kota santri. Pergilah menuju Kediri dan timbanglah
kelompok kalian di timbangan terbesar di kota santri itu, kurang lebih
seperti itulah klu dari petunjuk yang kami dapatkan.
Menggunakan
pik up adalah cara yang paling bagus karena pakaian kami semua basah wktu itu.
Akhirnya setelah menggunakan 2 pik up kami telah sampi di pertigaan keluar dari
daerah Kediri. Disana kami ditunggu salah satu pacar dari teman kelompok kami,
tidak lain tidak bukan adalah ka’ Heru sana pacar dari mbak Yati. Kami disuruh
menyanyikan sebuah lagu untuk bisa melanjutkan perjalanan. carilah ibu-ibu pemecah batu yang berada dekat dengan jembatan menuju
ke Bengkel dan pecehkanlah batu-batu itu sampai mendapatkan 1 bak penuh untuk
mendapatkan petunjuk selanjutnya,klu dari petunjuk telah kami dapatkan
setelah menyanyikan lagu Ayu Ting Ting sambil berjoget ria.
Kami
menyetop sebuah pik up dan ternyata disanalah kelompok katak naik, akhirnya
kami bertukar tempat dengan mereka. Tidak jauh dari tempat mendapatkan petunjuk
tadi kami telah sampai. Kami harus menolong para ibu-ibu pemeca batu itu untuk
mendapatkan petunjuk selanjutnya. Setelah mengeluarkan cukup tenaga dan
mendapatkan 1 bak penuh untuk masing-masing individu, kami harus menghibur para
ibu-ibu itu dengan menyanyikan dua buah lagu request.
Yah,
kami sudah menyelesaikan etape terakhir dan finis berada di lapangan UNRAM.
Kami hanya membutuhkan sebuah truk yang menuju ke Lingsar dan kami turun di
pertigaan Sweta, tidak lama setelah itu pik up yang dikendarai oleh 2 orang
Arab menuju kearah kami dan sontak saja kami melambaikan tangan untuk menyetop
kendaraan tersebut. “kemana pak?” Tanya kami.
Kedua
orang Arab tersebut menjawab “:mau ke Ampenan”.
“waaah
pas sekali, kami ikut sampai ke UNRAM ya”. Dengan nada senang kami menawarkan diri.
“Alhamduu…”
aku dengan nada seperti ustaz Maulana selalu menghibur teman-temanku saat
mendapatkan tumpangan.
“…
lillah”. Mereka serentak menjawab dengan dibarengi senyum dan tawa puas dari
kami semua.
Dengan
perasaan gembira dan melonjak-lonjak kami bercanda-canda diatas mobil merasa
semua sudah selesai. Sesampainya di finis ternyata kami tidak pernah
mengeluarkan uang sepeserpun untuk sebuah kendaraan yang kami tumpangi dan
hanya mengeluarkan hanya 32 ribu saja untuk makan selama 2 hari perjalanan.
selesai
nama : Ahsani Taqwim
kelompok : capung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar