Minggu, 21 April 2013

secarik ceritaku



LMA (LATIHAN MENEJEMEN ANGGOTA)
Hari pertama
***
Ini dia pengalaman keduaku mengikuti kegiatan di organisasi KSR PMI UNIT  UNRAM, yaitu LMA (Latihan Menejemen Anggota). Gak kebayang sebelumnya oleh para peserta kalau acaranya akan semenantang ini, terutama olehku dengan kelompokku. Ceritanya berawal dari pagi itu, hari Sabtu tepat pada pukul 08.00 aku sudah disuruh kumpul oleh panitia di gedung PKM. Bermodalkan pakaian yang aku bawa seadanya dengan modal hanya 2000 rupiah sisa uangku kemarin kuliah yang gak terpakai.
Pada waktu itu ada 14 kelompok yang mengikuti kegiatan ini, masing-masing diberikan nama berdasarkan nama binatang. Dan nama kelompokku adalah capung, yak inilah kelompok terakhir yang terbentuk oleh panitia yang beranggotakan sisa-sisa. Aku, mbak Yati, mbak Erma, Udin, dan Amir adalah anggota kelompok ini yang diketuai oleh aku sendiri. “Yak kelompok terakhir silahkan maju untuk menyanyikan yel-yelnya” kata salah satu panitia yang menyuruh semua kelompok untuk mempragakan yel-yel ciptaan mereka secara bergiliran. “capung siap terbang, meskipung agak lelet tapi kami akan kalahkan kalian semua” dengan suara malu-malu dan sedikit peragaan layaknya anak kecil yang ingin terbang menggunakan tangannya, kami menyanyi memperagakannya. seperti itulah yel-yel yang telah tercipta pada pagi itu oleh mbak Yati.
Tantangan pertama telah dibuka, kata-kata yang ada disana terlihat ada yang salah. Sontak saja, kami butuh penghayatan yang sangat lama untuk bisa memecahkan perkata yang ditulis disana seperti tulisan yang dibalik-balik. Akhirnya kami berlari menuju ke perpustakaan untuk mencari sebuah bola-bola yang di dalamnya tertulis petunjuk selanjutnya. “Itu dia” Udin dengan sigapnya langsung melempar tas dan jaketnya untuk memanjat sebuah pohon yang berada dipekarangan prodi mipa.
Perintah selanjutnya, kami disuruh untuk memohon seperti orang-orang jaman kerajaan dahulu kepada salah satu pendiri KSR. Seperti seorang prajurit yang siap menerima perintah dari seorang raja, begitulah kami menyembah dan memohon menengadahkan tangan. Lucu rasanya karna itu kali pertama aku melakukannya, namun perasaan itu langsung hilang ketika melihat petunjuk selanjutnya. Sebuah gambar masjid yang berada di pinggir jalan. Carilah mesjid ini yang berada di dekat pasar yang banyak menjual nanas, kurang lebih seperti itulah klu dari petunjuknya. Ketika melihatnya, sontak pikirku agak tak percaya. “ini kan masjid yang ada di Masbagik Lombok Timur, masak kita mau kesana sekarang?” dengan herannya aku bertanya kepada sesama teman kelompok. “iya dah kita harus kesini” jawab salah satu teman.


Berjalan menuju utara dari secret kami berhenti di perempatan IAIN. “eh kita minta tolong teman-temanku aja yang ada di kampus D3 ini aja untuk mengantar kita ke terminal” sarankku pada waktu itu yang langsung diterima. Jam sudah menunjukkan pukul 09.30 aku sudah mendapatkan 4 teman yang akan mengantar kami bertiga dengan salah satu teman membawa 2 dari kami. Rute perjalanan menuju rumahku untuk mencari tumpangan disana. Sempat terjadi insiden terpisahnya kami dari salah satu pengantar karena sebelumnya rute telah dirubah. Namun sesampainya dirumahku ternyata mereka telah menuggu di sebuah perempatan kampungku. Untunglah Udin masih mengingat rute rumahku yang aku ceritakan waktu pulang dari DIKSAR.
“ternyata gak ada kendaraan yang menuju ke Lotim, kata para buruh yang ada kalo mau kesana sebaiknya kita pake engkel biar murah” . kataku membuka percakapan. Akhirnya kami diantar menuju Suweta.
Sesampainya disana, dari tempat ini pertualangan kami mulai sedikit berbeda,berjalan kearah timur sebuah engkel mendekati kami dan kernetnya mengajak kami untuk naik kemanapun tujuan kami. Dengan bujuk rayu yang sangat menggiurkan seperti seles makanan yang menjajakan makanan yang sangat enak kepada para penikmat makanan, kernet itu menawarkan jasanya agar kami berlima naik. “25 ribu” aku menawar karena sangat menggiurkan dan diterima. Namun anggota kelompokku bilang untuk jalan aja terus jangan pake ongkos dan kita cari gratisan biar irit. Akhirnya aku membatalkan tawaranku, namun sontak dengan kerasnya sang kernet berubah sikap menjadi sangat buas seperti seekor harimau yang menangkap mangsanya ia menarik lenganku. Ia terlihat mengepalkan tangannya seperti akan melayangkan pukulan kearahku. “kamu ini sudah menawar tadi sama saya dan sekarang gak jadi. Kamu mempermainkan saya ya!” dengan nada tinggi dan muka merah padam sang kernet membentak dan menarik lenganku yang mulanya akan kabur dari tempat itu. “maaf pak, tapi temen saya gak jadi” aku balas dan ia tidak bisa menerimanya. Untunglah waktu itu aku dibantu menjelaskannya oleh mbak Yati, aku sangat takut karna sudah tidak bisa menahan amarah kernet tersebut. “uang yang 25 ribu ini untuk balik lagi ke Mataram pak” kata mbak Yati menjelaskan dan akhirnya mau melepaskan tanganku.
Akhirnya kami menumpang di salah satu ambulan yang akan menuju ke Narmada. Ketika ambulan tersebut masuk pertamina untuk mengisi bensin, kami memutuskan untuk turun dan tepat sekali sebuah truk yang kami setop langsung mengiijinkan kami naik sampai tujuan Narmada.
Saat menuruni truk diperempatan kami bertemu dengan kelompoknya Furkon, yah mulanya aku menyarankan untuk sama-sama tapi mereka gak mau. Kelompok kami berjalan melewati perempatan, sedikit menengok kebelakang “yah, Furkon udah dapet tumpangan sebuah fuso gede tuh” Amir mengeluh. Namun rejeki gak kemana, fuso yang tadinya untuk kelompoknya Furkon dibatalkan karena lampu hijau. Sang sopir yang menlihat kami berjalan menghentikan kendaraan di depan kami dan mengajak kami.
“kemana pak?” serentak kami bertanya.
“ke Sumbawa dek” salah satu dari dua pendamping sopir menjawab.
Pas banget, dan gak repot-repot kami langsung naik. Perjalanan jauh menuju Masbagik yang jauh membuatku mengantuk, aku, Amir, dan Udin yang waktu itu berada di belakan akhirnya ketiduran. Jam menunjukkan pukul 13.35 kami turun disebuah perempatan yang berjarak sekitar 1 kilo dari chek point.
“kok kita turun disni, kan ini bukan chek pointnya” aku ketus pada anggota cewe yang berada di bangku depan menemani sang sopir dan kernet.
“kamu sih tidur” jawab mbak Erma dan mbak Yati.
Akhirnya kami menumpangi sebuah truk yang lebih kecil. Chek point pertama diluar daerah telah kami tempuh dan selesaikan. Setelah shalat etape dilanjutkan menuju rumah salah satu alumni yang bernama Humaidi. Yah, tidak jauh dari masid kami telah nememukan rumahnya dan sediktit mengobrol kami melanjutkan etape menuju ke Makam Pahlawan Selong.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, kami melambaikan tangan kea rah sebuah mobil polisi yang menuju jalur yang sama, “mau kemana dek” Tanya salah satu polisi. “ke makam pahlawan Selong pak” serentak kami jawab. “ naik dah” jawabnya lagi. Dengan gembira kami menaiki kap belakang mobil.
Petunjuk selanjutnya, menulis sapta prinsip kemudian memberikan penyuluhan kepada minimal 3 orang untuk melakukan donor, silaturrahmi kepada petugas PMI cabang Selong. Hujan mulai turun cukup lebat, semuanya etape di daerah sana telah kami selesaikan dan etape selanjutnya menuju pasar Keruak. Pukul 15.34 kami membeli roti seharga 1000 untuk mengganjal perut dan berjalan cukup jauh untuk rute menuju Keruak. Disana kami menemukan kelompok kucing sedang makan jajan di depan sebuah toko dan tanpa tanggung-tanggung kelompok kami langsung mengambilnya.
Bermodalkan cara yang tadi kami menyetop sebuah pik up yang membawa balok-balok kayu namun trun ckup dekat. Kembali lagi menyetop sebuah pik yang kali ini membawa sebuah kaca besar, dengan sigap ka’ Ojik berkata kepada sopir “pak kemana?”.
“mau ke keruak, ada apa?” sang sopir balik bertanya
“boleh kami numpang? Kami gak punya uang pak untuk kesana”. Balas menjawab dengan nada meyakinkan seperti seorang yang sangat kelaparan. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan dengan hujan-hujanan.
Sesampainya di Kruak kami mencari sebuah amplop yang terselip di nisan kuburan. Dan tak begitu lama aku sudah menemukannya. Pergilah menuju lapangan segi empat yang berada di kota Praya yang menjadi tempat kongkow kaula muda, kurang lebih sepeti itulah klu dari  petunjuknya. Berjalan cukup jauh karena tidak mendapat tumpangan akhirnya sebuah mobil yang menjual roti mau membawa kami. “kami hanya turun di depan, cukup dekat dari sini kok” aku bilang sama teman sang sopir. Di dalam mobil kami ngobrol-ngobrol dan diberikan 2 bungkus nasi sebelum turun.
Turun disebuah perkampungan, yupz rumah keluargaku. Semua orang yang kutemui disana hanya bertanya kapan aku sampai. Namun aku juga membalas dengan hal yang sama dengan nada terburu-buru. Kami akan balik habis shalat dan kami sangat lapar. Setelah selesai shalat kami disuguhkan makanan yang cukup enak di sebuah berugak. Yah, seperti lesehan. Kami makan dengan sangat lahap dan membuat perut kami kenyang untuk pertama kalinya hari itu.
Perjalanan kami lanjutkan berjalan karena hari sudah sore, mobil yang menuju kearah Praya pun sangat sedikit. Namun dari sini kami menemukan motto yang sangat berguna dan di anjurkan untuk yang lainnya. Ucapan Alhamdulillah inilah yang membawa kami sampai pada kota Praya. Sedikitnya ada 4 mobil yang kami tumpangi untuk sampai. Setiap masuk turun mobil, kami hanya mengucapkan kalimat sukur dan hanya sedikit mobil yang menolak untuk ditumpangi.
Taman Muhajirin, itulah nama lapangan tersebut, disana kami diberikan pengarahan untuk menginap namun tidak boleh bersama kelompok lain dan kembali pada pukul 06.00 pagi. Yah, aku ingat di dekat sana terdapat sebuah travel yang tidak lain pemiliknya adalah salah satu teman dari kakaku. “assalamu’alaikum” sapaku ketika melihat pemiliknya dan langsung dijawab.
“masih ingat?” itulah kata kedua yang aku ucapkan.
“ya masihlah, ada apa ini?” dia bertanya balik
Aku menjelaskan semua yang aku lakuin hari itu dan dari mana aja, ujung dari penjelasanku itu mengacu pada aku akan menginap semalam disana. Ternyata aku diijinkan.
Kembali lagi bertemu dengan kelompok kucing, yang kali ini mereka kesusahan untuk mencari tempat bermalam. Mereka singgah sementara di tempat kelompok kami bermalam seraya memutar kepala memikirkan tempat bermalam.
***









Hari kedua
Minggu, 17 Maret. Yah hari kedua setelah shalat subuh kami menuju lapangan. Tak banyak yang bisa diceritakan hari ini karena kebanyakan dari kami hanya menunggu giiran untuk melakukan PP dan melewati rintangan yang udah di sediakan. Itulah etape yang harus kami lalui untuk dapat melanjutkan perjalanan. Dari 06.00 sampai pukul 2 siang kami hanya menuggu dengan sabar sampai hujan turun dengan derasnya mewarnai latihan kami. Dengan cukup cekatan kami telah melewati tahap ini dan melanjutkannya ke etape berikutnya menuju ke Kediri kota santri. Pergilah menuju Kediri dan timbanglah kelompok kalian di timbangan terbesar di kota santri itu, kurang lebih seperti itulah klu dari petunjuk yang kami dapatkan.
Menggunakan pik up adalah cara yang paling bagus karena pakaian kami semua basah wktu itu. Akhirnya setelah menggunakan 2 pik up kami telah sampi di pertigaan keluar dari daerah Kediri. Disana kami ditunggu salah satu pacar dari teman kelompok kami, tidak lain tidak bukan adalah ka’ Heru sana pacar dari mbak Yati. Kami disuruh menyanyikan sebuah lagu untuk bisa melanjutkan perjalanan. carilah ibu-ibu pemecah batu yang berada dekat dengan jembatan menuju ke Bengkel dan pecehkanlah batu-batu itu sampai mendapatkan 1 bak penuh untuk mendapatkan petunjuk selanjutnya,klu dari petunjuk telah kami dapatkan setelah menyanyikan lagu Ayu Ting Ting sambil berjoget ria.
Kami menyetop sebuah pik up dan ternyata disanalah kelompok katak naik, akhirnya kami bertukar tempat dengan mereka. Tidak jauh dari tempat mendapatkan petunjuk tadi kami telah sampai. Kami harus menolong para ibu-ibu pemeca batu itu untuk mendapatkan petunjuk selanjutnya. Setelah mengeluarkan cukup tenaga dan mendapatkan 1 bak penuh untuk masing-masing individu, kami harus menghibur para ibu-ibu itu dengan menyanyikan dua buah lagu request.
Yah, kami sudah menyelesaikan etape terakhir dan finis berada di lapangan UNRAM. Kami hanya membutuhkan sebuah truk yang menuju ke Lingsar dan kami turun di pertigaan Sweta, tidak lama setelah itu pik up yang dikendarai oleh 2 orang Arab menuju kearah kami dan sontak saja kami melambaikan tangan untuk menyetop kendaraan tersebut. “kemana pak?” Tanya kami.
Kedua orang Arab tersebut menjawab “:mau ke Ampenan”.
“waaah pas sekali, kami ikut sampai ke UNRAM ya”. Dengan nada senang kami menawarkan diri.
“Alhamduu…” aku dengan nada seperti ustaz Maulana selalu menghibur teman-temanku saat mendapatkan tumpangan.
“… lillah”. Mereka serentak menjawab dengan dibarengi senyum dan tawa puas dari kami semua.

Dengan perasaan gembira dan melonjak-lonjak kami bercanda-canda diatas mobil merasa semua sudah selesai. Sesampainya di finis ternyata kami tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk sebuah kendaraan yang kami tumpangi dan hanya mengeluarkan hanya 32 ribu saja untuk makan selama 2 hari perjalanan.
selesai

nama                : Ahsani Taqwim
kelompok        : capung